Jumat, 11 Mei 2012

"Nulis Diary Masih Zaman, Dil ?"


Pertama kali kenal diary waktu SD kelas 4. Ya, pada masa itu lagi booming – booming nya nulis diary maklumlah waktu angkatan Dila SD, banyak  temen  perempuan di kelas yang mulai ABG.  Mau melewati tahap pubertas atau usia segitu terlalu cepat yah mereka semua mengalami hal itu, hahahaaaa,… masa- masa itu kalau dikenang cuma bikin cengar – cengir plus mesam – mesem. Aku juga lupa pas usia segitu udah naksir sama “someone” apa belum yah ? Yah, yang jelas gak pentinglah kalau diinget – inget tapi kayaknya belum ada tuh yang aku taksir soalnya masih asik main sama temen- temen jadi gak kepikiranlah buat menjurus kesana kalau pun ada paling buat bahan ledek – ledekan sesama teman.
Diary pertama kali lihat buku itu pasti terkesan feminim sekali soalnya bentuknya lucu, kertasnya berwarna terus motif hard covernya unik. Terkadang juga bukunya mengeluarkan bau kertas yang khas. Pokoknya buku diary itu kalau dalam istilah jawa “lenjeh” banget hahahaa… Selama ini sih yang aku tahu umunya yang nulis diary itu ya kaum hawa. Kalaupun ada kaum adam nulis diary mungkin itu cuma tugas dari guru Bahasa Indonesia. Yang Dila ingat waktu kelas 1 SMP pernah dapat tugas menulis diary entah untuk berapa bulan otomatis perempuan dan laki – laki suka gak suka ya harus nulis diary.

Berbagai macam model – model buku diary. Ada yang mirip buku agenda, ada yang pakai gembok , ada yang bukanya pakai kode ,ada yang tanpa gembok tapi mata kuncinya udah nempel disitu kayak yang aku punya. Ini contoh yang aku punya :
 Mungkin menurut beberapa orang ini terkesan berlebihan, tapi menurutku adanya gembok dan kode membantu pemilik buku diary untuk menjaga privasinya. Biasanya menulis buku diary itu dikamar tepatnya di meja belajar atau diatas tempat tidur terus diumpetin di bawah bantal eh besok paginya bangun kesiangan langsung mandi berangkat sekolah. Habis itu ibunya beresin kamar anaknya dan tanpa pikir panjang diraihnya buku unik itu alias buku diary sambil dibaca disertai senyum kecut dan tawa sambil bergumam “dasar anak – anak zaman sekarang kerjaannya curhat mulu.”  Beuh ini bukan potret pengalaman pribadi  ku, cerita diatas cuma khayalan yang mendekati realita. Ckckckck…

Jujur sampai di usia ku yang beranjak kepala dua. Aku masih senang menulis diary pasalnya banyak manfaat yang aku dapat, antara lain :
1. Media celoteh dan mengungkapkan segala rasa baik rasa senang dan pahit diatas kertas.
2. Meskipun buku diary benda mati dan mustahil memberikan solusi atas apa yang aku alami setidaknya dengan menulis buku diary mengajarkan aku akan kemandirian dalm menghadapi masalah hidup. “ Mencoba menghapi masalah sendiri sebelum minta solusi ke orang lain. Tetap mengutamakan penyelesaian dengan bantuan dan Ridho sang Ilahi”
Bahkan, ada loh penulis yang karyanya sampai di filmkan “Eiffel I’m in Love” yang mencoba menulis cerita karena terbiasa menulis diary. Keren kan…
 Meskipun terkadang teman – teman yang tahu sering mencibir  “ Nulis diary masih zaman, Dil?” Berhubung aku orang yang cuek jadi cuma nanggepin dengan senyum manis sambil angkat alis dan bilang “masih zaman kok.” 
 Memang tidak semua orang suka menulis tapi ya pro kontra terhadap hobi seseorang pasti akan bermunculan. Ada yang suka ada yang gak suka wajarlah. Buat yang suka dan mendukung hobi ku menulis diary terima kasih karena kalian inspirasi dan semangatku untuk menulis dan menulis lagi. Buat yang belum atau bahkan gak mendukung alias mencibir sampai bibirnya kering hehee gak apa – apa terima kasih juga buat komentarnya dan aku jadikan hal ini sebagai ladang pendewasaan diri dan menyikapi perbedaan dengan santai dan damai.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar